ASPEBINDO Energy Executive Forum 2025 Tekankan Kolaborasi Pemerintah–Industri Menuju Swasembada Energi


JAKARTA, 17/11/2025 - Asosiasi Pemasok Energi, Mineral, dan Batubara Indonesia (ASPEBINDO) bersama Indonesian Petroleum Association (IPA) menyelenggarakan ASPEBINDO Energy Executive Forum 2025, sebuah forum eksekutif yang mempertemukan pemangku kepentingan lintas sektor untuk membahas ketahanan dan kemandirian energi nasional. Acara yang di moderatori oleh Ali Nasir dari IPA, turut dihadiri perwakilan asosiasi seperti Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), EBT, para pengusaha sektor migas dan minerba, lembaga keuangan, serta akademisi energi.

Ketua Umum ASPEBINDO, Dr. Anggawira, M.M., M.H., membuka forum dengan apresiasi kepada seluruh peserta dan menegaskan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, industri, dan asosiasi. Ia menyoroti persoalan aktual terkait pasokan batu bara untuk PLN. 

“PLN saat ini menghadapi dinamika harga batu bara yang tidak match dengan struktur kebutuhan mereka. Mudah-mudahan melalui forum ini kita bisa menemukan titik temu harga yang lebih ideal dan berkeadilan bagi semua pihak,” ujarnya. 

Ia menambahkan bahwa energi merupakan salah satu komitmen utama Presiden Prabowo Subianto dan pemerintah tengah mendorong optimalisasi migas, minerba, serta potensi energi masyarakat sebagai future business strategis.

Ketua Panitia, Mahendra, melaporkan bahwa forum dihadiri 212 peserta dari berbagai sektor energi. 

“Kegiatan ini bukan hanya ruang dialog, tetapi wadah kolaborasi. Kami berharap forum ini menghasilkan insight strategis dan kerja sama konkret bagi masa depan energi Indonesia,” paparnya.

Paparan dari sektor batu bara disampaikan oleh Gita Mahyarani, Plt. Direktur Eksekutif APBI dan Singgih Widagdo. Gita menjelaskan bahwa realisasi produksi batu bara tahun ini mendekati 90% dari target, namun industri masih menghadapi tantangan signifikan. 

Gita juga menyoroti tantangan RKAB, perizinan, dan perlunya keseimbangan antara kebutuhan domestik dan ekspor.

Singgih menambahkan bahwa biaya produksi terus meningkat, tambang semakin tua, sementara kewajiban DMO dan dinamika pasar global—khususnya dari Cina dan India—masih sangat mempengaruhi. Kebijakan harga harus fair agar industri tetap berkelanjutan.

Sementara itu, perwakilan IPA, Marjolin Wajong memaparkan outlook migas Indonesia yang menunjukkan kebutuhan minyak dan gas akan terus meningkat dalam beberapa dekade ke depan. 

“Tren produksi migas menurun, sementara sekitar 50% potensi migas Indonesia belum dieksplorasi dan membutuhkan biaya serta teknologi tinggi. Indonesia harus semakin kompetitif untuk menarik investor global,” ujarnya. 

IPA juga menekankan pentingnya kepastian kontrak jangka panjang dan revisi regulasi migas untuk memperkuat iklim investasi serta menarik modal eksplorasi dan produksi.

Pada sesi energi terbarukan, Fabby Tumewa dari IESR, menyoroti peluang percepatan pemanfaatan PLTS atap, biofuel, waste-to-energy, hingga potensi co-firing biomassa di PLTU sebagai langkah praktis dalam mendukung ketahanan energi sekaligus mengurangi ketergantungan impor.  

Fabby menambahkan bahwa tanpa ketersedian energi bersih dengan harga yang terjangkau, investor akan mencari tempat lain untuk investasi.

Akademisi dan pengamat energi dari Tri Sakti, Komaidi Notonegoro menekankan pentingnya keseimbangan dalam menentukan harga energi. Setiap kenaikan harga energi akan berdampak kepada pertumbuhan ekonomi dan daya beli
masyarakat. Pada saat yang sama, harga energi yang terlalu rendah akan mematikan industri energi dan mengamcam ketahanan energi nasional.

Melalui ASPEBINDO Energy Executive Forum 2025, seluruh asosiasi dan pelaku industri berharap diskusi ini mampu menghasilkan rekomendasi kebijakan serta membuka sinergi bisnis yang memperkuat ketahanan dan kemandirian energi Indonesia.

Artikel ini telah tayang di 
Suara Genz
Previous Post Next Post