Suara Genz - Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah resmi memberlakukan tarif bagi operator telekomunikasi untuk mengakses data Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang dimiliki oleh Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil).
Peraturan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 2023 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Melalaikan Pada Kementerian Dalam Negeri Pasal 4. Operator telekomunikasi menjadi salah satu sektor yang mengenakan tarif untuk setiap akses ke data Dukcapil. Aturan ini mulai berlaku sejak 28 Maret 2023 atau 30 hari setelah diundangkan pada 27 Februari 2023.
Tarif yang dikenakan kepada operator telekomunikasi untuk setiap aktivitas verifikasi data kependudukan berbasis web adalah sebesar Rp1.000 per NIK. Artinya, setiap kali calon pelanggan prabayar/pascabayar mencoba melakukan registrasi, operator telekomunikasi akan dipungut biaya sebesar Rp1.000. Jika pelanggan gagal dalam registrasi, operator akan dikenakan biaya tambahan.
Namun, sesuai dengan Pasal 4 yang tercantum pada peraturan tersebut, operator hanya wajib membayar 50 persen (Rp500) selama 2 tahun pertama sejak peraturan ini berlaku.
Berdasarkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No.5/2021 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi, penyelenggara telekomunikasi harus melakukan validasi atau proses pencocokan identitas calon pelanggan dengan data kependudukan yang dimiliki oleh instansi pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kependudukan, dalam hal ini Dukcapil.
Hingga Juli 2021, perusahaan telekomunikasi telah mengakses data NIK di Dukcapil sebanyak 2,6 miliar kali. Ditjen Dukcapil juga mencatat bahwa operator seluler masuk dalam 10 perusahaan pengakses data terbesar pada periode tersebut.
Wacana pengenaan tarif untuk akses data NIK di database kependudukan sebenarnya sudah bergulir sejak 1-2 tahun lalu. Ditjen Dukcapil sempat menyatakan bahwa tujuan dari pengenaan tarif adalah untuk perawatan server.