Suara Genz - Pakar hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof Hibnu Nugroho mengharapkan pemerintah segera menyusun regulasi yang secara khusus mengatur penggunaan akal imitasi atau artificial intelligence (AI) dalam kehidupan sehari-hari.
"Memang belum ada aturan yang secara khusus mengatur penggunaan AI. Ke depan perlu regulasi yang secara khusus mengatur penggunaan AI mengingat teknologi akal imitasi tersebut berkembang pesat," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Selasa.
Ia mengatakan saat ini, aturan yang berkaitan dengan penggunaan akal imitasi baru sebatas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Nomor 3 Tahun 2021 yang mengatur aspek perizinan bagi pelaku usaha yang memanfaatkan AI, serta Surat Edaran Menkominfo Nomor 9 Tahun 2023 tentang Etika Kecerdasan Artifisial.
Terkait dengan hal itu, dia mengharapkan ke depan pemerintah menyusun regulasi yang tidak hanya mengatur batasan penggunaan akal imitasi, juga konsekuensi hukum apabila terjadi penyalahgunaan.
Dalam hal ini, kata dia, video maupun audio dapat dibuat dengan menggunakan teknologi akal imitasi, sehingga makin sulit untuk diidentifikasi keasliannya, terutama bagi orang-orang yang tingkat literasi medianya rendah.
Selain itu, lanjut dia, saat sekarang karya-karya seni begitu mudah direplikasi dengan menggunakan akal imitasi, sehingga regulasi tersebut sangat diperlukan ketika penggunaan AI menyentuh aspek hukum terutama dalam pembuktian alat bukti.
"Apalagi kalau menyentuh aspek hukum 'kan perlu perbandingan kajian digital forensik, sehingga harus hati-hati sekali ketika menggunakan AI," katanya menegaskan.
Guru Besar Fakultas Hukum Unsoed itu mengakui hukum selalu tertinggal oleh dinamika masyarakat khususnya dalam perkembangan teknologi.
Ia pun mencontohkan pembahasan masalah copyright atau hak cipta yang belum tuntas karena berbagai faktor meskipun telah ada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014, saat sekarang sudah muncul permasalahan penggunaan akal imitasi yang sering dikaitkan dengan masalah hak cipta.
"Ketinggalan, iya, tapi hukum harus segera mengikuti perkembangan masyarakat, harus memberikan batasan," katanya.
Oleh karena menyangkut kepentingan masyarakat banyak, kata dia, regulasi khusus tentang penggunaan akal imitasi dalam kehidupan sehari-hari itu harus berbentuk undang-undang seperti halnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Setelah ada undang-undang yang berkaitan dengan penggunaan akal imitasi, lanjut dia, pemerintah bisa membuat peraturan-peraturan khusus yang mengatur masalah AI.
"Jadi nantinya tidak sebatas UU ITE, harus ada undang-undang yang mengatur masalah AI," kata Prof Hibnu.
Editor : Qurrota A'yun
Tags
𝚗𝚎𝚠𝚜